Membaca berarti membuka jendela dunia... Banyak membaca berati banyak ilmu.. Banyak ilmu berarti banyak tahu... Tahu bagaimana cara memandang dan menjalani kehidupan ini... Hidup adalah bekerja keras, keajaiban tidak akan datang begitu saja. Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya, apa yang harus dirubah? Yang harus dirubah adalah apa yang ada didalam diri mereka sendiri, yaitu state of mind and role of thinking->Bagaimana cara kita berpikir, Cara kita memandang kehidupan, dan Cara kita mengatasi persoalan.

Monday, April 9, 2012

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH DALAM MEMBINA GURU

Hidup Adalah Strategi..2012
(Studi Kasus di Mts Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang)
Oleh: Ari Susanto
(belum revisi selanjutnya)
A.    Latar Belakang
Kebijakan seorang pemimpin pada lembaga-lembaga pendidikan seringkali menjadi titik perhatian para ahli, baik dibidang ilmu pengetahuan itu sendiri maupun bidang disiplin ilmu lainnya. Dalam hal ini kususnya yang berkaitan dengan kebijakan kepala madrasah sebagai penanggung jawab utama eksistensi atau keberadaan sebuah lembaga pendidikan.
Satu unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik. Di pundak pendidik terletak tanggung jawab yang amat besar dalam upaya mengantarkan peserta didik kearah tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan cultural transition yang bersifat dinamis ke arah suatu perubahan secara continue, sebagai sarana vital dalam membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia. Dalam hal ini, pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta didik, baik spiritual, intelektual, moral, estetika, maupun kebutuhan pisik peserta didik.[1] Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, mengenai pengertian pendidik, di dalamnya telah tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, maka disini lebih diperjelas lagi, yaitu: 1) Membimbing si terdidik. Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya, 2) Menciptakan situasi untuk pendidikan.[2]
Berangkat dari asumsi tersebut maka langkah pertama yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan adalah dengan memperbaiki kualitas gurunya terlebih dahulu. Lebih jauh, rasa hormat dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh seorang guru merupakan syarat utama kesuksesan siswa. Sebagaimana halnya orang dewasa, pemenuhan aspek psikologis siswa akan membuat mereka berusaha menunjukkan kemampuan terbaik yang bisa mereka lakukan dan secara otomatis akan meningkatkan prestasi mereka. Seorang guru yang humoris bertindak sebagai seorang manusia biasa disamping sebagai seorang guru, menaruh rasa hormat dan penghargaan kepada siswa merupakan faktor yang menentukan persepsi siswa tentang kemampuan guru dalam menciptakan atmosfir yang kondusif untuk belajar. Dalam suasana demikian, siswa merasa leluasa bertanya dan memberikan komentar, mendekati guru untuk melakukan pembicaraan face to face, dan secara keseluruhan akan membuat ruangan menjadi penuh semangat antusias. Sebagai motivator, guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar. Usaha ini bisa dilakukan guru dengan memanfaatkan bentuk-bentuk motivasi di sekolah ataupun cara lainnya, yang penting apa yang dilakukan dapat membangkitkan gairah belajar siswa.[3] Jika proses pembelajaran di sekolah memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional siswa, maka kemungkinan besar proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar dan berhasil.
Dalam hal ini suatu sistem belajar mengajar dapat dikatakan berhasil dengan baik apabila dalam proses belajar mengajar tersebut dapat dilakukan dengan efektif dan efisien dan berhasil dengan output yang memuaskan. Untuk menghasilkan output yang memuaskan maka diperlukan strategi tertentu khususnya kepala madrasah dalam memotivasi dan membina guru agar kwalitas belajar mengajarnya dapat ditingkatkan. Yang dimaksud strategi disini adalah strategi dalam pembinaan guru yaitu: cara yang harus ditempuh oleh kepala madrasah dalam membina para guru agar dalam proses kegiatan belajar mengajar dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Siapa maksudnya??
Dalam melakukan strategi pembinaan tersebut tentu memiliki kiat-kiat tertentu yang tentu saja didukung oleh semua komponen yang ada. Komponen-komponen itu meliputi pengawas pendidikan, kepala madrasah, wakil kepala madrasah, guru, manajemen/administrator, staff/karyawan, sarana prasarana, siswa dan sebagainya.
Perhatikan penulisan kata seperti:
Disini = yg benar adalah di sini, dll.
Dari komponen di atas tentu ada komponen yang paling dominan, namun dalam hal ini akan memfokuskan pada kepala madrasah, guru dan siswa yang tentu saja diambil dari segi pendekatan dan paling dominan dalam kegiatan proses belajar dan mengajar tanpa memindahkan komponen-komponen lainnya.
Tulisan berwarna biru ini apa maksudnya?? Tdk nyambung, atau dihapus saja.
Jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan Islam, maka pendidikan Agama mestilah mampu mengantarkan seorang peserta didik kepada terbina setidaknya tiga aspek. Pertama, aspek keimanan, mencakup seluruh arkanul iman. Kedua, aspek ibadah mencakup seluruh arkanul Islam. Ketiga, aspek akhlak, mencakup seluruh akhlakul karimah.[4]
Hal serupa juga menjadi motivasi utama orang tua menyekolahkan anaknya di madrasah. Motivasi pendirian madrasah ini sering tanpa disertai dengan persiapan yang matang, baik dari segi tenaga pengajar maupun dana atau sarananya. Yang penting bahwa pendirian ini merupakan bagian dari ibadah kepada Allah, dengan harapan para pendirinya mendapat pahala dari-Nya. Disamping itu sering pendirian ini tanpa disertai pertimbangan apakah didaerah sekitar sudah ada madrasah serupa atau belum, sehingga di beberapa tempat terlihat banyaknya madrasah yang letaknya berdekatan antara satu dengan yang lainnya, dengan jumlah murid yang kecil pula.
Yang lebih tidak terencana lagi adalah jumlah dan kualifikasi guru. Sering terjadi seorang guru harus mengajar bidang studi yang sama sekali bukan keahliannya, atau bahkan pengangkatan guru ini tanpa memperhatikan kualifikasi ijazah yang dimilikinya. Keadaan akan menjadi lebih parah, kalau guru yang sebenarnya berlatar belakang bidang keahlian ilmu agama ternyata mengajar pelajaran umum, seperti matematika, kimia, biologi dan sebagainya. Dikatakan lebih parah karena dalam kondisi lingkungan madrasah dengan latar belakang tersebut diatas, banyak siswa yang kurang tertarik dibidang ilmu umum ini, sehingga akan semakin tertarik jika guru mengajarkannya itu tidak memiliki kualifikasi yang tepat dalam bidang ilmu yang diajarkannya.
Madrasah di satu sisi, ia berfungsi sebagai lembaga pendidikan keagamaan, yang berarti harus mampu menghasilkan peserta didik yang memahami ilmu-ilmu agama Islam, di sisi lain juga berfungsi sebagai pelaksana pendidikan dasar yang menengah umum, yang berarti harus mengajarkan bahan kajian sama dengan sekolah umum. Memang, hal ini tidak terlepas dari upaya melestarikan madrasah dengan sekolah umum, yang pertama dimulai dengan adanya SKB 3 Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidkan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri) pada tahun 1975 kedudukan madrasah ini dikuatkan lagi dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK Mendikbud No. 0478/U/1992 dan No. 054/u/1993. SK-SK ini ditindak lanjuti dengan SK Menag No. 368 tentang penyelenggaraan MI, MTs. dan MA.
Berkaitan dengan pengisian pasar kerja di sector-sektor (formal) modern, alumni madrasah masih sering dianggap sebagai hanya pantas untuk bekerja di lapangan pekerjaan yang berkaitan dengan keagamaan, meskipun secara teoritis sebenarnya mata pelajaran yang didapatkan di bangku sekolah sama dengan sekolah-sekolah umum. Untuk mengejar ketertinggalan ini, maka pembinaan pembelajaran menjadi tuntutan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Sebab di samping masih ada guru madrasah yang belum memiliki kualifikasi sebagai guru, pembinaan pembelajaran masih tetap diperlukan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Kehadiran madrasah yang berkwalitas dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan sesungguhnya sangat diharapkan oleh berbagai pihak, terutama umat Islam. Bahkan kini terasa sebagai kebutuhan yang sangat mendesak, terutama bagi kalangan muslim menengah ke atas, karena madrasah dapat menanamkan religiusitas yang baik. Masalah kepemimpinan madrasah memang menjadi perhatian banyak ahli manajemen lembaga pendidikan dewasa ini. Kepala madrasah mempunyai peranan penting dalam pengembangan lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas proses pendidikan. Untuk itulah diharapkan kepala madrasah memiliki strategi  yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab di madrasah. Kepala madrasah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena lebih dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan tiap-tiap madrasah, dan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan itu sangatlah tergantung kepada polisi kebijaksanaan dan kecakapan kepala madrasah sebagai pemimpin pendidikan”.[5]
MTs Surya Buana Malang merupakan madrasah yang keberadaannya cukup mendapat tanggapan positif dari masyarakat banyak, dengan bukti masyarakat telah banyak menyekolahkan anak-anaknya di madrasah tersebut. Di samping itu jumlah murid tiap tahunnya terus bertambah, hubungan interpesonal yang berjalan dengan baik dan harmonis antara kepala madrasah, guru, murid, orang tua dan masyarakat. dan merupakan lembaga berbasis madrasah, yang memiliki keunggulan dan keunikan yang berbeda dengan lembaga-lembaga lainnya. Lembaga ini merupakan sekolah alam bilingual yang mana proses balajar menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab serta masih banyak keunggulan-keunggulan lainnya. Dan uniknya lagi di MTs Surya Buana terus membuka diri bagi siapa saja yang ingin belejar di madrasah ini. Namun karena ruang kelas yang terbatas, maka untuk sementara ini pihak sekolah juga masih belum berani menerima murid dalam jumlah besar, akan tetapi juga tidak mengkriteriakan bagi siapa saja yang masuk. Hal ini terbukti bahwa di MTs Surya Buana juga ada siswa yang menderita penyakit autis yang bisa diterima untuk sekolah di MTs tersebut padahal siswa autis ini telah di tolak diberbagai sekolah yang lain. Autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan perkembangan gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.
Yayasan ini berdiri pada tahun 1996. awal mulanya Yayasan ini tumbuh dari lembaga bimbingan belajar. Dari hari ke hari, Yayasan ini banyak menuai prestasi. Dalam hal kesuksesan ini, ternyata pondok pesantrennyalah yang juga banyak telah memberi konstribusi prestasi. Mulai dari prestasi tingkat kabupaten, jatim, dan nasional karena mayoritas kejuaraan yang ada ini di angkat oleh siswa-siswi yang berdomisili di pondok pesantren Surya Buana.[6]
Kualifikasi kepemimpinan kepala madrasah, dapat dirumuskan secara lebih jelas setelah dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap aktifitas kepala madrasah sebagai pemimpin formal yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup madrasah khususnya yang berkaitan dengan kebijakan dalam megembangkan dan mewujudkan madrasah tersebut. Aktifitas sehari-hari baik kegiatan di dalam kelas maupun di luar kelas berjalan dengan baik sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Berlangsungnya kegiatan ini tentunya tidak lepas dari upaya dan strategi kepala madrasah dalam membina guru baik ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung maupun sebelum dan sesudahnya.
Berangkat dari kasus dan pemikiran tersebut maka muncullah gagasan untuk mengadakan penelitian dengan judul: "Implementasi Kepala Madrasah dalam Pembinaan Guru yang berlokasi di MTs Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang". Perilaku guru tidak hanya menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah kurikulum, akan tetapi secara independen juga memiliki pengaruh terhadap efektifitas sekolah atau mampu membangkitkan gairah belajar siswa dengan cara: membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar, menjelaskan secara konkret kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran, memberikan hadiah-hadiah terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari, membentuk kebiasaan belajar yang baik, membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok dengan menggunakan metode yang bervariasi.[7]
Sifat personal guru seperti memberikan kepercayaan terhadap siswa, bersedia mendengar apa yang disampaikan siswa dan tidak mendominasikan jalannya proses belajar megajar sangat menentukan dalam membangun suasana belajar dalam kelas yang kondusif. Kepercayaan, secara khusus menjadi efektif ketika berhadapan dengan siswa yang memiliki persoalan pribadi. Mendengar secara aktif memungkinkan guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, dan pada waktu yang bersamaan mendorong siswa untuk lebih banyak aktif dalam percakapan serta mendorong siswa untuk berani mengungkapkan ide-ide mereka.
Dalam proses interaksi belajar mengajar, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik. Sedangkan anak didik adalah subyek yang menerima pelajaran/ilmu pengetahuan dari guru. Ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat penting dalam proses. Tanpa ilmu pengetahuan proses itu tidak akan berlangsung, sebab ilmu pengetahuan adalah substansi proses belajar mengajar. Dengan demikian ilmu pengetahuan berfungsi untuk mencapai tujuan pengajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari, bahwa ilmu pengetahuan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajaran dan bahkan untuk mencapai tujuan jangka panjang, yakni tujuan pendidikan nasional. Hal ini berarti guru harus menguasai bahan pelajaran sebelum mengajar. Bahkan lebih jauh lagi, guru yang tidak menguasai bahan pelajaran akan menemui kesulitan dalam mengelola interaksi belajar mengajar.[8]
Lebih lanjut, persiapan guru, penguasaan diri, kemampuan menyampaikan bahan ajar, pemakaian metode, presentasi yang tepat, kemampuan menjawab pertanyaan dan membuat siswa memahami tujuan pengajaran dengan jelas juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dan pandangan siswa kurang mempersiapkan bahan pelajarannya, kurang mampu mengorganisir pendekatan terhadap kelas dan bahan ajarnya, menyampaikan konsep yang tidak benar dan memakai metode yang tidak tepat, tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan prestasi siswa.
Gaya mengajar yang dimiliki oleh seorang guru mencerminkan pada cara melaksanakan pengajaran, sesuai dengan pandangannya sendiri. Disamping itu landasan psikologis, terutama teori belajar yang dipegang serta kurikulum yang dilaksanakan juga turut mewarnai gaya mengajar guru yang bersangkutan. Sebagai bahan ilustrasi, misalnya seorang guru berpandangan bahwa mengajar itu adalah menyampaikan bahan pelajaran, maka perilaku mengajar yang tampak adalah guru itu seolah–olah menganggap bahwa siswanya hanya sekedar bejana kosong yang harus diisi dengan ilmu pengetahuan. Disini kegiatan belajar mengajar didominasi oleh guru. Sedangkan siswa hanya mendengarkan atau menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Proses pengajaran semacam ini biasanya dipengaruhi pula oleh teori belajar yang dipegang. Misalnya, teori transfer yang bersifat mutlak, artinya, siswa akan dapat mengalihkan kemampuan yang telah dipelajari di sekolah ke dalam situasi kehidupan, jika dia telah mampu mendisiplinkan mental, seperti melatih kemampuan berpikir. Demikian pula kurikulum yang digunakan diorganisir dalam bentuk mata pelajaran terpisah, biasanya baik guru maupun siswa menggunakan suatu buku teks pelajaran tertentu sebagai acuan utama. Dengan demikian guru menyampaikan bahan pelajaran sesuai dengan sistematika sebagaimana tertera pada teks tersebut.
Maka sangat pentinglah dalam pembinaan guru yang selalu dilakukan oleh kepala madrasah dengan memakai strategi apapun agar dalam kegiatan belajar mengajar bisa sukses sesuai dengan harapan pendidikan, sehingga prestasi siswa dan citra madrasah terangkat pada posisi yang terhormat.

B.     Rumusan Masalah
Penelitian ini mengkaji tiga hal pokok:
1.      Bagaimana sejarah lahirnya kebijakan kepala madrasah dalam membina guru?
2.      Bagaimana implementasi kebijakan kepala madrasah dalam membina guru?
3.      Apa faktor pendukung dan factor penghambat implementasi kebijakan kepala madrasah dalam membina guru?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan penelitian
a.       Untuk mendeskripsikan dan mensintesakan dengan teori-teori lain berhubungan  dengan lahirnya kebijakan kepala madrasah dalam membina guru.
b.      Untuk mendeskripsikan dan mensintesakan dengan teori-teori lain tentang bagaimana implementasi kebijakan kepala madrasah dalam membina guru.
c.       Untuk mendeskripsikan dan mensintesakan dengan teori-teori lain tentang factor-faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan kepala madrasah dalam membina guru.
2.      Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak sebagai berikut:
a.       Bagi penentu kebijakan di lingkungan pendidikan, khusunya kepala madrasah, sebagai masukan dalam menentukan kebijakan.
b.      Bagi setiap guru sebagai masukan dan evaluasi dalam melaksanakan tugas.
c.       Bagi peneliti, agar bermanfaat dalam menumbuhkembangkan khasanah pengetahuan di lembaga madrasah.
d.      Bagi peneliti lain, apabila metodologi dan hasil peneelitian ini dipandang baik dan relevan, dapat dijadikan referensi dalam meneliti kasus-kasus sejenis.

D.    Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka di sini merupakan kajian terhadap penelitian terdahulu, buku-buku atau sumber lain yang menunjang penelitian yang akan dilaksanakan. Dari hasil penelusuran kepustakaan, ditemukan beberapa hasil penelitian (tesis), diantaranya sebagai berikut:
Pertama, tesis saudara Madudin yang berjudul “Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Kinerja Guru dan Prestasi Siswa”. Kata kunci: Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kinerja Guru dan Prestasi Siswa. Hasil penelitian ini memaparkan tentang Alternatif/solusi kepemimpinan kepala sekolah dalam mewujudkan kinerja guru dan prestasi siswa: 1) Mendorong, membantu guru dan tenaga kependidikan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal, 2) Menumbuhkembangkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dan kebijakan dalam bertindak, 3) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimiliki, 4) Menumbuhkembangkan budaya mutu secara intensif, kepada seluruh warga sekolah utamanya prestasi siswa nilai UASBN, 5) Meningkatkan profesionalisme guru dalam memenuhi standar sesuai bidang tugasnya, 6) Mengefektifkan pelaksanaan program ekstrakurikuler secara intensif kerja sama dengan sanggar.
Kedua, tesis saudara Toha Mahsun yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kinerja Guru dan Keterlibatan Orang Tua terhadap Kedisiplinan Siswa”. Hasil Penelitian tentang pengkajian kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru dan keterlibatan orang tua siswa dalam hubungannya dengan peningkatan kedisiplinan siswa.  Dan adanya hubungan yang positif serta signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru dan keterlibatan orang tua secara simultan dengan kedisiplinan siswa.
Ketiga, tesis saudara Muhammad Fathulloh yang berjudul “Pengaruh Motivasi dan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru”. Hasil penelitian ini tentang bagaimana caranya memberikan layanan dan bantuan kepada pendidik (guru) untuk dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, memberikan bimbingan kepada para guru sehingga terpelihara suatu hubungan kemanusiaan yang harmonis dan dapat mentranformasikan hubungan tersebut dalam proses pembelajaran, memberikan rasa aman dan senang sehingga tercipta iklim yang memungkinkan guru dapat tumbuh dan berkembang dalam aktivitas pembelajarannya, memberikan kepercayaan dan penghargaan bagi para guru terutama bagi yang berprestasi agar dapat meningkatkan motivasi kerja guru sehingga dicapainya kepuasaan kerja para guru yang pada ahirnya dapat meningkatkan kinerja guru.
Keempat, tesis saudari Dewi Djuhairoh yang berjudul “Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru”. Kata kunci: Kepemimpinan Kepala Sekolah, Meningkatan Profesionalisme Guru. Hasil penelitian ini memaparkan tentang bagaimana gaya dan upaya kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru. Tesis ini juga memaparkan tentang kajian manajemen pendidikan, kegiatan menggerakkan dan mempengaruhi, orang lain adalah suatu seni kepemimpinan dalam menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar dan kegiatan administrasi secara keseluruhan. Kepala sekolah dikatakan pemimpin yang efektif jika ia mampu Upaya apa yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam meningkatkan mendorong, mempengaruhi, mengarahkan kegiatan dan tingkah laku bawahannya.
Kelima, tesis saudara Arif Afandi yang berjudul “Upaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Guru”. Hasil penelitian ini memaparkan tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam pembinaan guru untuk meningkatkan prestasi kerja dan difokuskan pada dua macam pembinaan yaitu: 1) pembinaan disiplin dengan cara: memberi pengarahan, menjadi teladan, dan membentuk tim khusus bidang kedisiplinan guru. 2) pembinaan kemampuan profesionalisme guru yaitu dengan cara: mengadakan dan menyuruh guru untuk mengikuti seminar dan pelatihan, bekerja sama dengan lembaga pendidikan lain, mendatangkan para ahli, memberi kesempatan kepada para guru untuk melanjutkan pendidikan, menempatkan guru pada proporsi yang tepat, mengevaluasi kerja guru, memberi kesempatan kepada guru untuk saling mengadakan supervisi, menyediakan dan mengoptimalkan sarana dan perlengkapan pendidikan. 3) motivasi intrinsik dan ekstrinsik; instrinsik dengan cara: menciptakan situasi dan kerjasama yang harmonis antar guru, melibatkan guru dalam setiap kegiatan sekolah, ekstinsik dengan cara: memberikan penghargaan. 4) mensejahterakan guru untuk meningkatkan prestasi kerja mereka, difokuskan pada: Pertama, peningkatan kesejahteraan mental dengan cara: menciptakan iklim sekolah yang aman, damai, menerapkan prinsip kekeluargaan dan komunikasi dengan didasari niat ibadah, pengabdian dan ikhlas, memperlakukan guru sebagai partner dan mengakui keberadaannya dan segala kemampuan yang dimilikinya. Kedua, peningkatan kesejahteraan yang berupa materi dengan cara: mengatur pemberian  gaji guru pada setiap awal bulan yang terdiri dari gaji ditambah uang transportasi serta bantuan tunjangan fungsional dan insentif dari pemerintah.
Beberapa penelitian di atas sebagai penunjang dan pengembangan dalam penelitian ini, yakni menganalisis implementasi kebijakan kepala madrasah dalam pembinaan guru. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan peneltian terdahulu, terlihat bahwa pada penelitian ini lebih menekankan pada pengkajian tentang implementasi kebijakan kepala sekolah dalam membina guru secara detail, lebih dalam dan tajam.
Tambahkan di tinjauan pusataka:
1.tdk blh menggunakan kata detil,lbh dalam dan tajam, karena kesannya cenderung pnelitian yg sebelumnya itu tdk dlm& tdk tajam (hapus saja)
2.Tunjukkan perbedaannya dg jls dg pnelitian2 sblmnya
3.Posisinya apa?? Apakah mengembangkan pnelitian2 sblmnya, mengkritik, atau memang baru, mempertajam, atau lain2 sbgainya.??
E.     Kerangka Teoritik
1.      Implementasi Kebijakan Kepala Madrasah
Implementasi berarti pelaksanaan; penerapan implemen.[9] Kebijakan kepala sekolah terdiri dari dua kata yakni kebijakan dan kepala sekolah. Sebelum kita mengetahui makna dari kebijakan kepala sekolah terlebih dahulu kita harus mengetahui makna dari kebijakan itu sendiri. Menurut Indra fachrudi sebagai penulis buku kebijaksanaan pendidikan di Indonesia mengatakan bahwa kebijakan adalah wisdom. Sedangkan kebijaksanaan adalah policy.[10]
Kebijakan berarti kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan; Rangkaian konsep dan asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam usaha mencapai sasaran, garis haluan.[11]
Kebijakan adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat di terima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku.[12] Sedangkan kebijaksanaan (policy) adalah aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapapun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan tersebut.
Sedangkan menurut Gamage dan Pang menjelaskan kebijakan adalah terdiri dari pernyataan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan program.[13]
Dan kata kepala sekolah terdiri dari “kepala” dan “sekolah”. Kata “kepala“ dapat diartikan “Ketua“ atau “Pemimpin“ dalam suatu organisasi atau suatu lembaga. Sedangkan “Sekolah“ adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.[14]
Kata “Pemimpin” atau “Kepala” itu didefinisikan sebagai: “Suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing dan menggerakkan atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama”.[15]
Menurut Syafaruddin, dalam suatu kebijakan pendidikan terdapat tiga tahap kebijakan yaitu: formulasi, implementasi dan evaluasi. Kepala sekolah sebagai petugas yang profesional dituntut untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi dari kebijakan pendidikan tersebut.
Adapun tiga tahapan kebijakan sebagai berikut:
a.       Formulasi Kebijakan
Formulasi adalah perumusan atau pembuatan. Jadi, formulasi kebijakan adalah pembuatan/perumusan suatu kebijakan dalam pendidikan. Berikut adalah tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan:
1)      Penyusunan agenda, yakni disini menempatkan masalah pada agenda pendidikan.
2)      Formulasi kebijakan, yakni merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.
3)      Adopsi kebijakan, yakni kebijakan alternatif tersebut diadopsi/diambil untuk solusi dalam menyelesaikan masalah tersebut.
4)      Implementasi kebijakan, yakni kebijakan yang telah diambil dilaksanakan dalam pendidikan.
5)      Penilaian kebijakan, yakni tahap ini tahap penilaian dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan dalam kebijakan pendidikan. [16]
b.      Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara yang dilaksanakan agar sebuah kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan. Implementasi kebijakan adalah serangkaian aktifitas dan keputusan yang memudahkan pernyataan kebijakan dalam pembuatan kebijakan terwujud ke dalam prakteknya/realisasinya.
Terdapat empat faktor penting dalam mengimplementasikan kebijakan yaitu: komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana kebijakan dan struktur birokrasi. Dan untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan ada dua pilihan langkah yaitu: Yang pertama, secara langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program pendidikan. Yang kedua, dapat melalui kebijakan turunan dari kebijakan pendidikan nasional tersebut.[17]
c.       Evaluasi Kebijakan
Setelah adanya pelaksanaan kebijakan kemudian diadakan pengevaluasian dalam kebijakan pendidikan tersebut. Karena dapat mengetahui sejauh mana pelaksanaan tersebut telah tercapai. Menurut Putt dan Springer bahwa evaluasi adalah langkah menerima umpan balik yang utama dari proses kebijakan.[18]
Evaluasi kebijakan akan memberikan informasi yang membolehkan stakeholders (kebutuhan masyarakat) dapat mengetahui apa yang terjadi dari maksud kebijakan tersebut. Evaluasi yang dimaksudkan disini adalah untuk mengidentifikasikan tingkat keberhasilan pelaksanaan yang dicapai sesuai dengan sasaran. Dan tujuan dari evaluasi kebijakan adalah mempelajari pencapaian sasaran dari pngalaman terdahulu.

2.      Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Efektif dalam Penentuan Kebijakan
Kebijakan pendidikan dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: Yang pertama, kebijakan yang berkenaan dengan fungsi esensial seperti kurikulum, penetapan tujuan, rekruitmen, penerimaan peserta didik. Yang kedua, kebijakan mengenai lembaga individual dan keseluruhan system kependidikan. Yang ketiga, kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan, dan penarikan tenaga kerja, promosi, pengawasan, dan penggantian keseluruhan staf. Yang keempat, kebijakan yang berkaitan dengan pengalokasian sumber daya non manusia seperti sumber finansial, gedung dan perlengkapan.[19] Kepala madrasah harus mengetahui problem apa yang terdapat di madrasah tersebut agar dapat ditemukan solusi yang efektif dan efisien dalam penyelesaian masalah tersebut.
Sebelum lebih jauh menjelaskan tentang kepemimpinan kepala madrasah yang efektif dalam penentuan kebijakan, maka kita harus mengetahui beberapa pihak yang dapat mengambil keputusan yaitu:
1)      Kebijakan mengenai standar kurikulum menjadi kewenangan menteri pendidikan.
2)      Kebijakan mengenai alokasi anggaran menjadi tanggungjawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang didalamnya termasuk legislatif, dan
3)      Kebijakan pembelajaran ada pada madrasah yang dikendalikan oleh kepala madrasah. Kebijakan pembelajaran ini seperti: mengelaborasi kurikulum menjadi bahan ajar pada setiap mata pelajaran, menyediakan kelengkapan pengajaran, menyiapkan ruang kelas yang layak dan nyaman dipakai, melakukan supervisi kepada guru dan membina pertumbuhan jabatan melalui pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan.
Oleh karena itu, sekolah diperlukan seorang pemimpin yang efektif dalam penentuan kebijakan dalam pendidikan. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan usaha kerjasama serta memelihara iklim yang kondusif dalam kehidupan organisasi. Setiap orang sebagai anggota suatu kelompok dapat memberikan sumbangannya untuk kesuksesan kelompoknya.
Tugas utama pemimpin adalah pengambilan keputusan.yang dilakukan secara rasional (efektif dan efisien) oleh kepala madrasah. Pertimbangan keputusan tersebut harus dilihat dari: tujuan organisasi, sumber daya yang ada, informasi yang lengkap tentang fungsi system kerja, pengalokasian sumber dana didasarkan pada prioritas dan harus memahami pengelolaan dana.[20]
1.Perlu dikembangkan teori ttng factor internal dan eksternal yang mempengaruhi implementasi kebijakan kepsek

F.     Metode Penelitian
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif.[21] Adapun jenis penelitiannya, studi kasus (case studies),[22] bertujuan untuk mendeskripsikan kebijakan kepala madrasah dalam pembinaan guru di MTs Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang, secara apa adanya. Sehubungan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka keterlibatan peneliti secara langsung di lapangan sangat diperlukan. Peneliti menyadari bahwa menjadi seorang peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisis data, sekaligus menjadi pelopor dari hasil penelitian, dan oleh karena itu harus menyesuaikan diri dengan situasi dan konsdisi di lapangan. Hubungan baik antara peneliti dan subyek penelitian (informan), baik sebelum, selama, maupun sesudah memasuki lapangan, merupakan kunci utama keberhasilan pengumpulan data.
  Dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif, yaitu mempelajaari secara intensif status terakhir dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan lembaga. Lapangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mts surya buana kecamatan lowok waru malang, kepala sekolah, guru, siswa dan siswi terkait dengan kebijakan kepala madrasah.
Menurut Bogdan dan Taylor, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan diketahui secara terbuka oleh subyek penelitian, antara lain sebagai berikut:
1)      Jangan mengambil sesuatu di lapangan secara pribadi. Hal ini perlu diperhatikan karena apa yang akan dilakukan di lapangan itu merupakan bagian dari proses lapangan itu sendiri.
2)      Rencanakan kunjungan pertama untuk menemjui seseorang perantara yang nantinya akan memperkenalkan peneliti. Orang yang meberi izin barangkali dapat melakukan atau setidaknya menganjurkan berkunjung kepada seseorang yang disarankan.
3)      Jangan terlalu berambisi ingin mendapatkan informasi sebanyak mungkin pada hari pertama berada di lapangan. Persingkat kunjungan pertama sampai sekitar satu jam atau kurang. Gunakan momen itu untuk memperoleh perkenalan pertama dan untuk memperoleh gambaran umum.
4)      Bertindaklah secara pasif. Tunjukkan perhatian dan kesungguhan terhadap apa yang dipelajari oleh peneliti dan jangan dulu mengajukan terlalu banyak pertanyaan yang khusus, terutama dalam bidang yang barangkali bertentangan. Tanyakan pertanyan umum yang memberikan kesempatan kepada subyek untuk bicara.
5)      Bertindaklah dengan lemah lembut.[23]

2.      Pendekatan Penelitian
1.Ganti pendekatannya (evaluatif) dengan pndekatan Manajemen (intinya yg merujuk pd bidang ilmu), karena evaluative bknlah pndekatan, tp itu adlh jenisnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaluatif, yaitu untuk menemukan harga atau nilai. Dimaksudkan untuk menggali perihal kebijakan kepala madrasah sekaligus implementasinya dalam pembinaan guru dan didukung oleh semua komponen yang ada, seperti: Pengawas Pendidikan, Kepala Madrasah, Guru, Waka, manajemen/administrator, sarana prasarana, siswa dan sebagainya.

3.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MTs Surya Buana Malang Kecamatan Lowok Waru Malang, yang bernaung dibawah Yayasan Citra Persada yang berstatus terakreditasi A. Berada satu lokasi dengan Sekolah Dasar Islam dan Pondok Pesantren Modern Surya Buana yang terletak di Jl. Gajayana IV/631 Malang Telp (0341) 574185. 562212, kelurahan Dinoyo, kecamatan Lowokwaru kota Malang Jawa Timur, yang sudah menerapkan sistem fill day School selama enam tahun. Bapak Drs. H. Abdul Djalil Z. M. Ag sebagai pendiri sekaligus kapala Madrasah.

4.      Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber data yang memberikan jawaban terhadap pokok-pokok penelitian, atau dengan kata lain adalah sumber data penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh.[24] Yang menjadi subyek penelitian ini antara lain:
a)      Kepala Madrasah MTs Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang.
b)      Wakil Kepala Sekolah MTs Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang.
c)      Tenaga Pendidik (Guru).
d)     Tata Usaha/Staff/Karyawan MTs Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang.
e)      Siswa dan Siswi MTs Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang.
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian. Di sini, data penelitian akan digolongkan menjadi dua, data primer (pokok) dan data sekunder (tambahan). Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini berupa kata-kata serta tindakan, dan selebihnya adalah data tambahan.[25] Kata-kata dan tindakan yang dimaksud dalam hal ini mengenai implementasi kebijakan kepala madrasah dalam membina guru.

5.      Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang valid, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa wawancara, observasi dan dokumentasi:
a.       Wawancara
Ada dua bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu wawancara tersetruktur dan tak tersetruktur. Pengumpulan data akan dilakukan dengan wawancara mendalam pada individu-individu yang disebut di atas, yang merupakan penggagas, pengelola, atau orang-orang yang masih berhubungan dengan MTs surya buana kecamatan lowok waru Malang, terutama dengan Drs. H. Abdul Djalil Z. M. Ag sebagai pendiri sekaligus kapala Madrasah. Wawancara yang mendalam dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang jelas dan valid berhubungan dengan kebijakan kepala madrasah dalam membina guru. Peneliti akan membawa alat perekam agar kemudian hasilnya dapat dipelajari lagi lebih mendalam.
b.      Observasi
Observasi terbagi menjadi dua, yaitu observasi partisipan dan non-partisipan. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan keduanya. Observasi non-partisipan adalah peneliti melakukan observasi statusnya sebagai peneliti, hanya melihat dan mencatat dalam melakukan observasi sebagai orang luar yang sedang meneliti. Sedang observasi partisipan adalah peneliti ikut terjun langsung melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di MTs surya buana kecamatan lowok waru Malang dengan catatan diperbolehkan untuk ikut serta setelah mendapatkan izin dari yang berwenang, dan secara tidak langsung mengamati dari dalam, sehubungan dengan kebijakan kepala madrasah dalam membina guru.
c.       Dokumentasi
Yang dimaksud dokumen menurut Bogdan dan Biklen, dikutip oleh Rulam Ahmadi, sebenarnya mengacu pada material (bahan), seperti fotografi, video, film, memo, surat, diare, rekaman kasus klinis, dan sejenisnya yang dapat digunakan sebagai informasi suplemen sebagai bagian dari kajian kasus yang sumber data utamanya adalah observasi atau wawancara. Dokumen juga dapat berupa kode etik, buku tahunan, selebaran berita, surat pembaca (di surat kabar, majalah) dan karangan di surat kabar.[26]
Data dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Dengan mempelajari dokumen yang ada, diharapkan peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif sehibungan dengan implementasi kebijakan kepala madrasah dalam membina guru. Disini juga termasuk bagaimana visi, misi, kurikulum, dan setandar akademik, serta lainnya yang ada di MTs surya buana kecamatana lowok waru Malang.

6.      Analisis Data
Analisis data menurut patton, dikutip oleh Moleong, adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian satuan dasar.[27] Untuk membahas analisis data yang bersifat kualitatif dalam penelitian ini, yaitu metode untuk mengelola data dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan kemudian akhirnya ditarik kesimpulan dan diperoleh suatu kebenaran.[28]
Mengikuti Mills dan Hebermen, maka langkah-langkah yang harus peneliti tempuhdalam pendekatan analisis kualitatif ini, antara lain data reduction, display data, conclusion drawing/verification.[29] Data yang diperoleh kemudian akan peneliti analisis dengan menggunakan model analisis interaktif (analysis interaktif mode).

7.      Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan atau keshahihan data mutlak diperlukan dalam studi kualitatif. Oleh sebab itu, agar data yang diperoleh dapat dopertanggungjawabkan keshahihannya, maka peneliti akan melakukan verifikasi data tersebut. Verifikasi terhadap data-data yang berhubungan dengan implementasi kebijakan kepala madrasah dalam membinan guru melalui langkah-langkah berikut:
1)      Mengecek metodologi yang telah digunakan untuk memperoleh data.
2)      Mengecek kembali hasil laporan yang berupa uraian data dan hasil interpretasi peneliti tentang implementasi kebijakan kepala sekolah dalam membina guru di MTs surya buana kecamatan lowok waru Malang.
3)      Triangulasi, guna menjamin objektifitas dalam memahami dan menerima informasi, sehingga hasil studi akan lebih objektif, sebab metode ini tampaknya lebih cermat, dan jika dilakukan secara sempurna data yang diperoleh akan sulit dibantah jarena didukunng dengan cross check sehingga hasilnya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Dalam triangulasi terdapat dua macam cara, yang kedua-duanya akan digunakan untuk mendukung memperoleh keabsahan data. Pertama, triangulasi dengan sumber. Metode ini menurut Michael Quinn Patton sebagaimana dikutip oleh Lexy J Moleong adalah mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui metode kualitatif.[30] Pengecekan data dari hasil wawancara para informan, selanjutnya peneliti tanyakan ulang pada beberapa pengurus dan staff yang ada, diskusikan dengan mereka, sehingga memperoleh data yang sesuai dengan fakta di lapangan. Kedua, triangulasi dengan teori, dalam penggunaan teknik ini peneliti akan melakukan pengecekan dengan membandingkan teori yang sepadan melalui rival explanation (penjelasan banding), dan hasil studi akan dikonsultasikan lebih lanjut dengan subjek studi sebelum peneliti anggap cukup. Setelah penelitian dianggap telah selesai maka peneliti mengkonsultasikan ulang hasil penelitian dengan subjek, yakni seluruh komponen subyek yang ada di MTs surya buana kecamatan lowok waru Malang.

G.    Sistematika Pembahasan

Bab Pertama: berupa pendahuluan. Dalam bab ini penulis memberikan gambaran secara umum, mengemukakan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, yaitu tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teoritik, yang menjadi acuan dalam pembahasan penelitian ini, metode penelitian yang menggambarkan cara kerja penelitian, sistematika pembahasan dan kerangka penelitian.
Bab Kedua:merupakan deskripsi mengenai kebijakan kepala sekolah, implementasi kebijakan, letak geografis, sejarah singkat, motto, visi, misi, dan tujuan, kurikulum, struktur organisasi, sarana dan prasarana, keadaan kepala madrasah dan guru/pembina, dan siswa/santri.
Bab Ketiga: berupa teori-teori yang diperlukan, penyajian data dan analisisnya, yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yaitu hasil dari penelitian, temtang implementasi kebijakan kepala madrasah dalam pembinaan guru di Mts Surya Buana Kecamatan Lowok Waru Malang.
Bab Keempat: pemaparan hasil temuan dari implementasi kebijakan kepala sekolah dalam pembinaan guru,
Bab Kelima, yaitu penutup dari penelitian ini. Adapun isinya terdiri daari kesimpulan dari keseluruhan pembahasan hasil penelitian, saran-saran, kata penutup, daftar pustaka, rekomendasi dan lempiran-lampiran dari pihak-pihak terkait yang menunjang keakuratan data-data penelitian dalam tesis ini.

 _____________________________________________________

Daftar Pustaka
Al Barry, M. Dahlan. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

Ali Imron. 2008. Kebijkasanaan Pendidikan di Indonesia Proses, Produk dan Masa depannya. Jakarta: Bumi Aksara.


Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Bahri.

Bakri, Masykuri. 2001. Konsep Ibadah dan Semangat Sekolah dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa. Malang: Tesis PPs. Universitas Brawijaya.


Barnadzib, Imam. 1996. Dasar-Dasar Pendidikan Perbandingan. Yogyakarta: Institut Pers IKIP.


Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha. Nasional.

Daulay, Haidar, Putra. 2004Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Ihsan, Hamdani & Fuad. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Lexy J Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya.


Oxford Learnes Pocket Dictionary, Newyork: University of Oxford Press, 1999.

Purwoto, Ngalim, dkk. 1984. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Mutiara Offset.

Samsul, Nizar. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

Singarimbun, Masri & Affendi, Sofian. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.


Sugiono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


Syafaruddin. 2008. Efektifitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif. (Rinekacipta).


Wahjosumidjo. 2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan. Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.




[1] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam., (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 41.
[2] H. Hamdani Ihsan & H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) hlm. 94.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya. Usaha. Nasional 1994), hlm. 38.
[4] Haidar Putra Daulay, sistem pendidikan nasional di Indonesia, (Kencana, Jakarta 2004), hlm. 38.
[5] M. Ngalim Purwoto, dkk, Administrasi Pendidikan, (Mutiara Offset. Jakarta. 1984), hlm. 112.
[6] Dokumentasi yang berupa majalah di MTs Surya Buana, PT Duta Jaya Print, 2007.
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya. Usaha. Nasional 1994), hlm. 38.
[8] Ibid…, hlm. 66.
[9] M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001), hlm. 247.
[10] Ali Imron, Kebijkasanaan Pendidikan di Indonesia Proses, Produk dan Masa depannya (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 16.

[11] Artikata.com
[12] Ibid…, hlm. 17.
[13] Syafaruddin, Efektifitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif (Rinekacipta: 2008), hlm. 75.
[14] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan. Permasalahannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 83.
[15] Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta: Bumi
Aksara, 1994) hlm. 62.
[16] Syafaruddin, Efektifitas Kebijakan Pendidikan Konsep, Strategi dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif (Rinekacipta: 2008), hlm. 81-82.
[17] Ibid, hlm. 86.
[18] Ibid, hlm. 88.
[19] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. (Bandung: Alfabeta,
Januari 2009), hlm. 121.
[20] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru Dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 123.
[21] Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif yang berbentuk tulisan tentang orang atau kata-kata orang serta prilakunya yang tampak dan kelihatan. Terdapat 16 ciri penelitian kualitatif, yaitu: 1) sumber datanya adalah situasi yang wajar atau natural setting, 2) peneliti berkedudukan sebagai instrument, 3) laporan dan uraian penelitian berupa penuangan data deskriptif, 4) proses maupun produk dalam arti memperhatikan bagaimana perkembangan sesuatu hal terjadi, 5) metode ini berusaha memahami kelakuan manusia dalam kontek yang lebih luas, dipandang dari kerangka pemikiran dan perasaan responden, dengan kata lain, mencari makna dibelakang kelakuan dan perbuatan, 6) data langsung atau first hand diutamakan, 7) triangulasi, yakni pengecekan data pada sumber lain, melalui metode yang berbeda-beda, 8) data ditonjolkan dalam rincian kontekstual, data tidak dipandang sebagai sesuatu yang lepas-lepas, namun saling berkaitan, 9) subyek yang diteliti berkedudukan sama dengan yang diteliti, dalam arti tidak dipandang sebagai obyek atau orang yang lebih rendah keduduannya, 10)perspektif emic diutamakan, ini berarti diutamakan pandangan responden, yakni bagaimana responden memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya, 11) verifikasi dilakukan, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negative, metode ini tidak menggunakan sampling acak atau populasi yang banyak, 13) peneliti menggunakan audit trail, yakni mencatat seluruh metode yang dicapai dan untuk data apa, sehingga langkah untuk mencapai kesimpulan dapat dilacak oleh pihak lain, 14) partisipasi tanpa mengganggu, karena itu tidak menonjolkan diri, 15) analisis dilaksanakan sejak awal dan terus-menerus sepanjang pelaksanaan penelitian, 16) desain penelitian tampil dalam proses penelitian. Lihat, S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1988), hlm, 12.
[22] Istilah “studi kasus” berasal dari bahasa inggris dari frase “case studi”. Dan jika diurai keduanya (dalam terjemah bahasa indonesia) mempunyai arti dan makna sendiri. “case” contoh kejadian sesuatu, serangkaian kenyataan-kenyataan, dan perihal yang sedang diperiksa polisi. Sedang kata “studi” ememiliki arti serangkaian kegiatan mempelajari sesuatu; buku dan lain-lain hasil penelitian; mencurahkan waktu dan perhatian untuk mempelajari seuatu; memeriksa dengan seksama. Baca: Oxford Learnes Pocket Dictionary, (Newyork: University of Oxford Press, 1999).
Dari definisi di atas maka dapat di tarik pengertian bahwa yang dimaksud studi kasus (case studi) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan penuh perhatian terhadap sesuatu fenomena actual yang menjadi focus perhatian.
[23] Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2005), hlm. 167.

[24] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hlm. 107.

[25] Ibid…, Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian…., hlm. 112.

[26] Masykuri Bakri, Konsep Ibadah dan Semangat Sekolah dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa, (Malang: Tesis PPs. Universitas Brawijaya, 2001), hlm. 110.

[27] Ibid…, Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian…., hlm. 103.

[28] Imam Barnadzib, Dasar-Dasar Pendidikan Perbandingan, (Yogyakarta: Institut Pers IKIP, 1996), hlm. 40.

[29] Ibid…, Sugiono, Metode Penelitian…, hlm. 276.

[30] Ibid…, Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian…., hlm. 178.

0 comments:

Post a Comment