Membaca berarti membuka jendela dunia... Banyak membaca berati banyak ilmu.. Banyak ilmu berarti banyak tahu... Tahu bagaimana cara memandang dan menjalani kehidupan ini... Hidup adalah bekerja keras, keajaiban tidak akan datang begitu saja. Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya, apa yang harus dirubah? Yang harus dirubah adalah apa yang ada didalam diri mereka sendiri, yaitu state of mind and role of thinking->Bagaimana cara kita berpikir, Cara kita memandang kehidupan, dan Cara kita mengatasi persoalan.

Monday, April 9, 2012

Studi Kasus (Case Studies) Sebagai Metode Penelitian

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi
Mata Kuliah: Metodologi Penelitian Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Muhammad Anis, M.A.

Disusun oleh:
Nama : Zainul Arifin, S.Pd.I 
Ari Susanto S.Pd.I
Prodi : Pendidikan Islam (PI)
Konsentrasi : Manj. & Kebijakan Pend. Islam

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011


A. Pendahuluan
        Jika mau mengamati hasil penelitian di perpustakaan yang telah terkumpul dalam jilid, termasuk perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, maka di sana kita bisa menemukan berbagai corak strategi dalam penelitian yang dipakai seseorang peneliti. Untuk mengungkap sesuatu yang tersembunyi di dalam objek penelitian, tentunya diperlukan cara yang paling tepat agar hasilnya juga baik. Dalam hal ini, seorang peneliti dapat memakai salah satu strategi tertentu, di mana strategi tersebut dijadikan sebagai metode untuk penelitiannya.
        Di antara beberapa strategi penelitian yang digunakan seorang peneliti, kemungkinan kita akan menemukan apa yang namanya studi kasus (case studies). Dalam benak pun segera terselip bermacam pertanyaan mengenainya. Pertanyaan yang sering muncul, apa yang membedakan penelitian dengan strategi studi kasus dengan penelitian lainnya? Di sini, perlu sedikit kita tahu bahwa metode case studies sangat tepat dipakai untuk memahami fenomena tertentu di suatu tempat tertentu dan waktu yang tertentu pula, misalnya tentang metode pengajaran mata kuliah metodologi penelitian pendidikan Islam di lembaga pendidikan tertentu dalam waktu tertentu (yang masih dalam proses). Penelitian studi kasus menekankan kedalaman analisis pada kasus tertentu yang lebih spesifik.
        Pertanyaan lain yang tidak kalah seringnya, apa hasil penelitian studi kasus bisa digeneralisasi atau berlaku secara umum? Sejujurnya saya pribadi masih risau dengan pertanyaan tersebut, sebab selain istilah generalisasi tidak dikenal dalam metode penelitian kualitatif, hasil studi kasus memang tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi karena lingkupnya yang sempit.
        Bahwa studi kasus bukanlah suatu pemilihan metodologis, akan tetapi lebih sebagai pilihan objek yang diteliti: kita memilih untuk meneliti—melakukan studi kasus. Studi kasus diartikan sebagai metode atau strategi dalam penelitian untuk mengungkap kasus tertentu. Ada juga pengertian lain, yakni hasil dari suatu penelitian sebuah kasus tertentu. Jika pengertian pertama lebih mengacu pada strategi penelitian, maka pengertian kedua lebih pada hasil penelitian. Dalam sajian pendek ini diuraikan pengertian yang pertama.
        Lebih lanjut, penelitian studi kasus memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas di balik fenomena sebab yang kasat mata hakikatnya bukan sesuatu yang rill (realitas), itu hanya pantulan dari yang ada di dalam. Sebagaimana lazimnya perolehan data dalam penelitian kualitatif, data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik melalui wawancara maupun dokumentasi. Data yang diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi. Ada kalanya data yang diperoleh dari wawancara belum lengkap, sehingga harus dicari lewat cara lain, seperti observasi dan partisipasi.
        Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang menekankan pada jumlah atau kuantitas sampel dari populasi yang diteliti, sebaliknya penelitian model studi kasus lebih menekankan kedalaman pemahaman atas masalah yang diteliti. Karena itu, metode studi kasus dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu gejala atau fenomena tertentu dengan lingkup yang sempit. Kendati lingkupnya sempit, dimensi yang digali harus luas, mencakup berbagai aspek hingga tidak ada satu pun aspek yang tertinggal. Oleh karena itu, di dalam studi kasus sangat tidak relevan pertanyaan-pertanyaan, seperti berapa banyak subjek yang diteliti, berapa sekolah, dan berapa banyak sampel dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa sebagai varian penelitian kualitatif, penelitian studi kasus lebih menekankan kedalaman subjek ketimbang banyaknya jumlah subjek yang diteliti. Sebagaimana sifat metode penelitian kualitatif pada umumnya, metode studi kasus juga sebaiknya dilakukan terhadap peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung. Bukan gejala atau peristiwa yang sudah selesai (ex post facto). Unit of analysis bisa berupa individu, kelompok, institusi, atau masyarakat.
      Umumnya, penelitian hanya berakhir pada temuan substantif, yakni ketika masalah yang diajukan telah dijawab berdasarkan data. Padahal, masih ada satu tahap lagi yang harus dilalui jika diharapkan penelitian menjadi karya ilmiah yang baik, yaitu tahap temuan formal, berupa thesis statement dari hasil abstraksi temuan substantif.

B. Pengertian Studi Kasus (Case Studies)
Sebelum membahas lebih lanjut tentang bagaimana aplikasi dari studi kasus (case studies), alangkah lebih baik jika diperdalam terlebih dahulu apa yang dimaksud studi kasus itu sendiri. Banyak definisi berbeda dilontarkan seseorang mengenai studi kasus. Suatu hari, di kampus X penulis mencoba menanyakan apa yang diketahui tentang definisi studi kasus kepada beberapa dosen yang penulis temui secara accidental. Hasilnya, bervariasi. Ada yang menjawab dengan sederhana dan ada yang menjawab di luar dugaan yang menunjukkan persepsi masing-masing tentang apa sebenarnya studi kasus. Dosen pertama menjawab, “Apa pun penelitian terhadap apa pun yang disepakati sebagai ‘kasus’ maka itulah yang dimaksud studi kasus. Jadi, jika publik melabeli peristiwa bom buku sebagai kasus maka penelitian terhadap peristiwa tersebut adalah studi kasus.
      Kemudian, penulis bertemu dosen lain dan setelah ditanya, dosen yang lain tersebut jawabnya, “Studi kasus itu seperti penelitian jenis lain tapi yang membedakan adalah jumlah responden yang diteliti sedikit (satu atau dua).” Hemat saya ini adalah cara pembedaan yang ekstrem dari penelitian studi kasus dengan jenis penelitian lainnya. Pada hari yang lain kemudian penulis menjumpai dosen yang berbeda dan menanyakan hal yang sama, dan dosen tersebut menjawab bahwa studi kasus adalah penelitian yang mendalam, susah pelaksanaannya.
       Istilah “studi kasus” berasal dari bahasa Inggris dari frase “case study”. Jika di urai kata “case” dan “study” maka keduanya mempunyai arti dan makna sendiri. “Case”, dalam Kamus Oxford dimaknai sebagai example of the occurrence of something; set of facts; matter being investigated by the police; jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: contoh kejadian sesuatu, serangkaian kenyataan-kenyataan, dan perihal yang sedang di periksa polisi. Sedang kata “study” dimaknai oleh kamus tersebut sebagai process of learning something; book etc, resulting from research; give time and attention to learning something; examine carefully; yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai serangkaian kegiatan mempelajari sesuatu; buku dll hasil penelitian; mencurahkan waktu dan perhatian untuk mempelajari sesuatu; memeriksa dengan saksama. Mencermati makna dua kata tersebut maka kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud studi kasus (case study) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan penuh perhatian terhadap sesuatu fenomena aktual yang menjadi fokus perhatian.
      Dalam konteks penelitian, beberapa ahli telah menyampaikan pendapat dan mengajukan definisi studi kasus. Aziz S.R. menyatakan bahwa penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu disebut studi kasus. Lebih tegas, Aziz menambahkan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian terhadap fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas; dan di mana: multi sumber bukti dimanfaatkan.
Untuk memahami lebih jauh tentang studi kasus dengan lugas Feagin, Orum, dan Sjoberg dalam Tellis menyatakan bahwa studi kasus merupakan penelitian yang melakukan analisis dari berbagai sudut pandang (multi-perspectives analyses). Artinya, bahwa peneliti tidak saja memperhatikan suara dan perspektif dari aktor saja, tapi juga kelompok dari aktor-aktor yang relevan dan interaksi antara mereka. Aspek ini merupakan titik yang menonjol dan penting yang merupakan ciri-ciri dari studi kasus.
     Sedangkan studi kasus menurut Kumar adalah suatu pendekatan untuk meneliti fenomena sosial melalui analisis kasus individual secara lengkap dan teliti, serta memberikan suatu analisis yang intensif dari banyak rincian khusus yang sering terlewatkan oleh metode penelitian lain. Pollit dan Hungler memaknai studi kasus sebagai metode penelitian yang menggunakan analisis mendalam, yang dilakukan secara lengkap dan teliti terhadap seorang individu, keluarga, kelompok, lembaga, atau unit sosial lain. Pendapat Pollit & Hungler memperjelas lagi tentang esensi studi kasus: “…karena harus tepat untuk analisis yang intensif, maka fokus studi kasus khususnya adalah pada penentuan dinamika mengapa seseorang berpikir, berperilaku, atau mengembangkan diri dan bukan pada apa statusnya, kemajuannya, tindakannya atau pikirannya.”
       Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.

C. Langkah-langkah Pelaksanaan Studi Kasus
      Kita perlu mengetahui pokok-pokok keterampilan dari orang yang melakukan studi kasus tersebut terlebih dahulu sebelum masuk lebih dalam. Di sini, Robert K. Yin juga menyempatkan diri untuk membagi, sebagaimana berikut:

  1. Seseorang harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik dan menginterpretasikan jawaban-jawabannya.
  2. Seseorang harus menjadi ”pendengar” yang baik dan tak terperangkap oleh ideology atau prakonsepsinya sendiri.
  3. Seseorang hendaknya mampu menyesuaikan diri dan fleksibel agar situasi yang baru dialami dapat dipandang sebagai peluang dan bukan ancaman.
  4. Seseorang harus memiliki daya tangkap yang kuat terhadap isu-isu yang akan diteliti, apakah hal ini berupa orientasi teoritis atau kebijakan, ataupun bahkan berbentuk eksploratoris. Daya tangkap seperti itu mengurangi peristiwa-peristiwa yang relevan dan informasi yang harus dipilih ke arah proporsi yang bisa dikelola.
  5. Seseorang harus tidak bias oleh anggapan-anggapan yang sudah ada sebelumnya; termasuk anggapan-anggapan yang diturunkan dari teori. Karena itu, seseorang harus peka dan responsive terhadap bukti-bukti yang kontradiktif.
      Setelah memenuhi beberapa pokok di atas, maka seorang peneliti selanjutnya melakukan langkah-langkah, dalam hal ini prosedur yang pertama kali dilakukan peneliti, yakni pengumpulan data. Ini semua tentunya dilaksanakan setelah urusan penentuan kasus telah ditemukan. Untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data atau informasi bisa dari banyak sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada kasus yang diteliti. Untuk memperoleh informasi yang mendalam terhadap sebuah kasus, maka diperlukan informan yang andal yang memenuhi syarat sebagai informan, yakni maximum variety, yakni orang yang tahu banyak tentang masalah yang diteliti, kendati tidak harus bergelar akademik tinggi.
      Sebagaimana sifat metode penelitian kualitatif pada umumnya, metode studi kasus juga sebaiknya dilakukan terhadap peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung, bukan gejala atau peristiwa yang sudah selesai (ex post facto). Enam sumber bukti yang dapat dijadikan fokus bagi pengumpulan data studi kasus, antara lain: pertama, dokumentasi. Terkecuali untuk penelitian tentang masyarakat yang belum mengenal baca-tulis, informasi dokumenter tentunya relevan untuk setiap topik studi kasus. Tipe informasi ini bisa menggunakan berbagai bentuk dan hendaknya menjadi objek rencana-rencana pengumpulan data yang eksplisit. Sebagai contoh, pertimbangkan jenis dokumen-dokumen berikut ini:

  1. Surat, memorandum, dan pengumuman resmi.
  2. Agenda, kumpulan-kumpulan pertemuan, dan laporan-laporan peristiwa tertulis lainnya.
  3. Dokumen-dokumen administratif-proposal, laporan kemajuan, dan dokumen-dokumen intern lainnya .
  4. Penelitian-penelitian atau evaluasi-evaluasi resmi pada “situs” yang sama.
  5. Kliping-kliping baru dan artikel-artikel lain yang muncul di media massa.
      Manfaat dari tipe-tipe dokumen ini dan yang lain tidaklah selalu disandarkan pada keakuratan atau kekurang-biasannya. Dokumen perlu digunakan secara hati-hati dan tidak asal diterima sebagaimana adanya dari tempat pengambilannya.
Kedua, rekaman arsip. Pada banyak studi kasus, rekaman arsip—sering kali dalam bentuk komputerisasi—bisa merupakan hal yang relevan, ini meliputi:

  1. Rekaman layanan, seperti jumlah klien yang dilayani dalam suatu periode waktu tertentu.
  2. Rekaman keorganisasian, seperti bagan dan anggaran organisasi pada periode waktu tertentu.
  3. Peta dan bagan karakteristik geografis suatu tempat.
  4. Daftar nama dan komoditi lain yang relevan.
  5. Data survei, seperti rekaman atau data sensus yang terkumpul sebelumnya di sekitar “situs”.
  6. Rekaman-rekaman pribadi, seperti buku harian, kalender dan daftar nomor telepon.
      Rekaman-rekaman arsip ini dan lainnya dapat digunakan bersama-sama dengan sumber-sumber informasi yang lain dalam pelaksanaan studi kasus. Namun demikian, tak seperti bukti dokumenter, kegunaan rekaman arsip akan bervariasi pada satu studi kasus dan lainnya. Pada beberapa penelitian, rekaman tersebut begitu penting sehingga bisa menjadi objek perolehan kembali dan analisis yang luas. Pada penelitian-penelitian lainnya, rekaman mungkin hanya sepintas relevansinya.
     Ketiga, wawancara. Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah wawancara. Konklusi semacam ini mungkin mengejutkan, karena adanya asosiasi yang sudah terbiasa antara wawancara dan metodologi survei. Namun demikian, wawancara memang merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi kasus.
      Wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. Yang paling umum, wawancara studi kasus bertipe open-ended, di mana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bahkan bisa meminta responden untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya.
      Keempat, observasi langsung. Dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi kasus, peneliti menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. Dengan berasumsi bahwa fenomena yang diminati tidak asli historis, beberapa pelaku atau kondisi lingkungan sosial yang relevan akan tersedia untuk observasi. Observasi semacam itu berperan sebagai sumber bukti lain bagi suatu studi kasus.
Observasi tersebut dapat terbentang mulai dari kegiatan pengumpulan data yang formal hingga yang kasual. Yang paling formal, protokol observasi dapat dikembangkan sebagai bagian dari protokol studi kasus, dan peneliti yang bersangkutan bisa diminta untuk mengukur peristiwa tipe perilaku tertentu dalam periode waktu tertentu di lapangan.
     Kelima, observasi partisipan. Peran-peran untuk berbagai penelitian ilustratif pada lingkungan sosial dan organisasi tersebut telah mencakup:

  1. Menjadi penduduk di lingkungan sosial yang bersangkutan sebagai pelaku studi kasus.
  2. Mengambil peran fungsional lainnya dalam suatu lingkungan sosial, seperti berperan sebagai pembantu pelayan toko.
  3. Berperan sebagai anggota staf dalam suatu latar organisasi.
  4. Menjadi pembuat keputusan kunci dalam suatu latar organisasi.
      Teknik observasi partisipan tersebut telah sering digunakan dalam penelitian-penelitian antropologi kelompok budaya atau sub-budaya yang berbeda-beda. Teknik tersebut juga dapat digunakan dalam latar sehari-hari, seperti organisasi-organisasi atau kelompok kecil lainnya.
Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan analisis data tersebut, semuanya, tanpa terkecuali. Analisis data terdiri atas pengujian, pengkategorian, pentabulasian, ataupun pengombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal suatu penelitian. Menganalisis bukti studi kasus adalah suatu hal yang sulit karena strategi dan tekniknya belum teridentifikasikan secara memadai di masa yang lalu. Namun begitu, setiap peneliti hendaknya dimulai dengan strategi analisis yang umum yang mengandung prioritas tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa. Dalam strategi seperti itu, tiga teknik analisis yang menentukan hendaknya dipergunakan, yaitu: penjodohan pola, pembuatan penjelasan, dan analisis deret waktu. Masing-masing strategi ini dapat diaplikasikan baik pada suatu penelitian yang mencakup desain kasus tunggal ataupun multikasus, dan setiap studi kasus hendaknya mempertimbangkan teknik-teknik ini.
       Langkah terakhir, membuat laporan hasil penelitian. Dalam membuat laporan, seorang peneliti hendaknya menulisnya secara komunikatif, mudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga mempermudah pembaca untuk memahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.
        Ada beberapa ciri studi kasus yang baik, di antaranya: pertama, menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum atau bahkan dengan kepentingan nasional; kedua, batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan baik dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan; ketiga, mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbeda-beda; keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan prinsip selektifitas; kelima, hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasikan pada pembaca.

D. Penutup
       Bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalam. Para peneliti berusaha menemukan semua variabel yang penting. Adapun batasan studi kasus meliputi: sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk memahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.
        Peneliti yang berbeda tentu memiliki tujuan-tujuan yang berbeda pula ketika mengkaji kasus. Agar selalu ingat dengan perbedaan ini, ada baiknya kita mengidentifikasi tiga jenis kajian : Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), jenis ini ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu; studi kasus instrumental (instrumental case study), yakni digunakan untuk meneliti suatu kasus tertentu agar tersaji sebuah perspektif tentang isu atau perbaikan suatu teori; studi kasus kolektif (collective case study), jenis ini bukan berarti melakukan studi tentang kasus kolektif, namun lebih sebagai pengembangan dari studi instrumental ke dalam beberapa kasus.**

_________________________________________________________

Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Denzin, N.K. and Lincoln, Y.S. 2009. Handbook of Qualitative Research. Terjemahan oleh Dariyatno dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Oxford Learners Pocket Dictionary , (New York: University of Oxford Press, 1999).

Prof. Dr. Robert K. Yin. 2006. Studi Kasus; Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sayekti P. S. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif (Diktat). Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

0 comments:

Post a Comment