Membaca berarti membuka jendela dunia... Banyak membaca berati banyak ilmu.. Banyak ilmu berarti banyak tahu... Tahu bagaimana cara memandang dan menjalani kehidupan ini... Hidup adalah bekerja keras, keajaiban tidak akan datang begitu saja. Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya, apa yang harus dirubah? Yang harus dirubah adalah apa yang ada didalam diri mereka sendiri, yaitu state of mind and role of thinking->Bagaimana cara kita berpikir, Cara kita memandang kehidupan, dan Cara kita mengatasi persoalan.

Monday, April 9, 2012

Politik Pendidikan

Oleh: Ari Susanto

A.    Pendahuluan
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan output yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya seorang pemimpin baik kepala sekolah atau guru yang sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Dalam hadits Nabi dijelaskan tenteng fungsi dan peran pemimpin yang begitu penting tersebut, maka seorang pemimpin adalah memang yang benar-benar ahlinya atau sesuai dengan bidangnya. Sebab bila suatu urusan tidak ditangani ahlinya maka urusan itu akan hancur. Nabi bersabda

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اذا وصد الأمر الى غيراهله فنتظر الساعة
(رواه بخاري)

Artinya: Rasulullah bersabda; apabila suatu urusan (pekerjaan) diserahkan pada orang yang bukan ahlinya, maka waspadailah terhadap datangnya saat (kiamat kehancuran, (H.R. Bukhori).[1]
Pendidikan saat ini sedang mengalami perubahan yang sangat mendasar, terutama berkaitan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, manajemen dan kurikulum yang diikuti dengan perubahan-perubahan teknis lainnya. Dan apapun perubahan tersebut dalam dunia pendidikan, baik dalam masalah konvensial atau masalah-masalah yang muncul bersamaan dengan hadirnya ide-ide baru (inovatif). Akan tetapi kita semua berharap melalui perubahan-perubahan tersebut diharapkan akan menciptakan iklim yang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, untuk mempersiapkan bangsa Indonesia menghadapi persaingan global dengan Negara-negara lain

B.     Pembahasan
Pola merupakan suatu bentuk atau model (atau lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu.[2]
Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi aktifitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan.[3]
Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi kelompok dan budayanya, serta mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktifitas-aktifitas untuk mencapai sasaran.
Pengertian kepala sekolah: Kepala dapat diartikan ‘ Ketua ’ atau ‘ Pemimpin ‘ dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan sekolah merupakan sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai : Seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.[4]
Madrasah (bahasa Arab) berarti tempat untuk belajar. Persamaan madrasah dalam bahasa Indonesia adalah “sekolah”, dengan konotasi yang khusus yaitu sekolah-sekolah agama islam. Tempat belajar adalah tempat untuk mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.[5]
Istilah pengembangan mengandung pengertian yang luas terutama bila diterapkan dalam proses pembangunan bangsa yang besar seperti Indonesia. Namun bila dikaitkan dengan pengertian pendidikan maka hal tersebut jelas menunjukkan suatu proses perubahan secara bertahap kearah tingkat yang lebih baik, tinggi dan meluas serta mendalam. Secara menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau kematangan.[6]
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakikat pendidikan. Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain seperti oleh media teknologi, tetapi tidak dapat digantikan. Mendidik adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional.
Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningakatan kemampuan kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya. Setidaknya terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan oleh kepala sekolah agar pelaggan puas; yakni layanan sesuai dengan yang dijanjikan (reliability), mampu menjamin kualitas pembelajaran (assurance), iklim sekolah yang kondusif (tangible), memberikan perhatian penuh kepada peserta didik (emphaty), cepat tanggap terhadap kebutuhan peserta didik (respon siveness).[7]

a.      Jenis Pemimpin
Pada dasarnya ada dua jenis pemimpin, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal adalah pemimpin yang secara resmi diberi wewenang/kekuasaan untuk mengambil keputusan keputusan tertentu, dan dia mempertanggungjawabkan kekuasaan/wewenangnya tersebut pada atasannya. Pemimpin formal pada umumnya berada pada lembaga formal, dan keputusan pengangkatannya sebagai pemimpin berdasarkan surat keputusan yang  formal. Seorang pemimpin formal biasanya dinilai oleh bawahannya/masyarakatnya berdasarkan hasil-hasil yang dicapainya (prestasi).
Pemimpin informal adalah pemimpin yang tidak diangkat secara resmi berdasarkan surat keputusan tertentu. Dia memperoleh kekuasaan/wewenang karena pengaruhnya terhadap kelompok. Apabila pemimpin formal dapat memperoleh pengaruhnya melalui prestasi, maka pemimpin informal memperoleh pengaruh berdasarkan ikatan-ikatan psikologis. Tidak ada ukuran obyektif tentang bagaimana seorang pemimpin informal dijadikan pemimpin. Dasarnya hanyalah oleh karaena dia pernah benar dalam hal tertentu, maka besar kemungkinan dia akan benar pula dalam hal tersebut pada kesempatan lain. Di samping penentuan keberhasilan pada masa lalu, pemilihan pemimpin informal juga ditentukan oleh perasaan simpati dan antipati seseorang atau kelompok terhadapnya.

b.      Teori-teori Tentang Munculnya Pemimpin
a)      Teori Genetis
Leader are born not made. Seorang pemimpin memang telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan sejak dilahirkan, sehingga dia memang telah ditakdirkan untuk menjadi seorang pemimpin.
b)      Teori Sosial.
Leader are made and not born. Teori ini merupakan antitesa dari teori genetis karena menurut teori ini setiap orang dapat menjadi pemimpin bila kepadanya diberikan pengalaman dan pendidikan yang memadai.
c)      Teori Ekologis.
Teori ini menggabungkan teori terdahulu karena menurut teori ini seseorang bisa menjadi pemimpin yang baik apabila dia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan sejak lahir, dan kemudian bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman tentang kepemimpinan.[8]

c.       Unsur Kepemimpinan dan Fungsi Pemimpin.
Pada dasarnya ada 3 unsur yang perlu dipenuhi agar kepemimpinan dapat dijalankan, yaitu :
  1. Adanya kelompok manusia.
  2. Adanya tujuan kelompok.
  3. Adanya diferensiasi fungsi dan tanggung jawab.
Ada lima fungsi pemimpin  dalam suatu organisasi maupun dalam suatu komunitas masyarakat, yaitu :
a)      Selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan.
b)      Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi.
c)      Selaku komunikator yang efektif.
d)     Mediator yang handal khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik.
e)      Selaku integrator yang efektif, rasional, obyektif dan netral.[9]

d.      Bentuk-bentuk Kepemimpinan
Adapun bentuk-bentuk kepemimpinan yang berkembang di masyarakat dapat diuraikan secara teoritis antara lain :
  1. Otokratis
Istilah otokratis berasal dari dua kata autos dan kratos. Autos berarti sendiri atau diri pribadi. Kratos adalah kekuasaan atau kekuatan. Jadi Otokratis berarti berkuasa sendiri secara mutlak. (centre of authority). Kepemimpinan otokratis merupakan kepemimpinan nyang dilakukan oleh seorang pemimpin dengan perilaku otoriter
  1. Militeristis
Kepemimpinan militeristis adalah suatu kepemimpinan bergaya militer. Komando/perintah esperit de corps dalam melaksanakan tugasnya, sangat kompak dan disiplin tinggi dengan kepatuhan total. Militer sangat mengutamakan prinsip, efesiensi dan efektifitas guna mencapai tujuan tertentu.
  1. Paternalistis
Kepemimpinan paternalistis adalah seorang pe­mimpin yang cenderung bersifat kebapakan dan menganggap bawahannya sebagai anak atau orang yang belum dewasa yang butuh perhatian dan perlindungan. Oleh sebab itu pemimpin yang seperti ini tidak percaya terhadap kemampuan bawahannya, sehingga anak buahnya tidak perlu berinisiatif dan kreatif. Walaupun bawahan-bawahan itu melakukan kesalahan-kesalahan ia tidak pernah marah bahkan tetap bersikap ramah dan baik.
  1. Demokratis
Kepemimpinan ini ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
  1. Kharismatis.
Kepemimpinan Kharismatis adalah kepemimpinan yang memiliki kekuatan energi, daya tarik dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Pemimpin ini dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan yang superhuman yang dipercolehnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa.
1.      Bentuk Kepemimpinan dan ciri-cirinya :
a.       Otokratis
Seorang pemimpin yang bersifat :
a)      Menganggap organisasi adalah milik sendiri
b)      Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c)      Menganggap bawaan sebagai alat semata-mata
d)     Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e)      Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
f)       Dalam tindakan pergerakannya sering menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum) dan cenderung tidak menghormati hak-hak azasi manusia yang menjadi bawahan.
b.      Militeristis
Seorang pemimpin yang bersifat :
a)      Dalam pergerakan bawahannya lebih sering menggunakan sistem perintah
b)      Dalam pergerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan jabatan
c)      Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan
d)     Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku pada bawahannya
e)      Sukar menerima kritik dari bawahannya
f)       Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c.       Paternalistis
Seorang pemimpin yang bersifat :
a)      Menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa
b)      Bersifat terlalu melindungi (overly protective)
c)      Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan
d)     Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif
e)      Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan bakatnya
f)       Sering bersifat mau tau.
d.      Karismatis
Sampai saat ini belum ditemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian memiliki daya tarik yang amat besar. Oleh karena itu, pada umumnya orang yang memiliki karisma mempunyai pengikut yang amat besar, meskipun para pengikut seringkali tidak dapat menjelaskan mengapa mereka jadi pengikut.
Dikatakan sebagai pemimpin yang karismatis karena diberkahi kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman yang dipercolehnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Kekayaan, umur, kesehatan, dan profil tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk karisma.
e.       Demokratis
Pemimpin seperti inilah yang cocok untuk organisasi modern, yang memiliki sifat-sifat antara lain :
a)      Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak pada manusia sebagai makhluk termulia di dunia
b)      Selalu berusaha mensinkronisasikan antara kepentingan tujuan organisasi dan kepentingan tujuan pribadi bawahannya.
c)      Senang menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahannya
d)     Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teman kerja dalam usaha mencapai tujuan
e)      Selalu berusaha agar bawahannya lebih berhasil
f)       Berusaha mengembangkan kapasitas dirinya sebagai pemimpin.[10]

e.       Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah atau Madrasah
a.       Sebagai pendidik (educator)
Dalam melakukan fungsinya sebagai pendidik (educator), pemimpin harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Menciptakan iklim belajar yang kondusif, memberikan bimbinngan, memberikan nasihat, memberikan dorongan atau motivasi kepada seluruh tenaga pendidikan, serta melakukan model pembelajaran yang menarik, yang mudah, seperti team teaching, moving class yang cerdas, mencari solusi apabila terjadi hambatan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK).
Pengertian pendidik tidak cukup seperti yang tertera dalam berbagai definisi yang selama ini ada, melaunkan harus dikaitkan dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan ini pemimpin pendidikan harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan paling tidak empat macam nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, dan pembinaan artistik.
Pembinaan mental adalah pembinaan terhadap para tenaga pendidikan yang berkaitan dengan sikap batin dan watak yang mengarah kepada pelaksanaan tugas secara proporsional dan profesional.
Pembinaan moral adalah membina para tenaga pendidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai suatu perbuatan yang nantinya mengarah kepada menjaga profesi kependidikan sesuai dengan kode etik yang telah disepakatinya.
Pembinaan fisik, berkaitan dengan pembinaan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan (performance), seorang pendidik agar tetap segar dalam melaksanakan tugas kependidikannya. Dalam hal ini pemimpin pendidikan harus paham betul dengan kode etik guru Indonesia yang diputuskan dalam kongres Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) XII tanggal 21-25 November 1973 Jakarta yang isinya : a) Guru berbakti, membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila, b) Guru memilki kejuruan profesional dalam memenrapkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing, c) Guru mengadakan komonikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didk, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan, d) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan denga orang tua anak didik, e) Guru memelihara hubungan dengan masyarakat lingkungan sekolahnnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan, f) Guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutunya, g) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan, h) Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi profesional sebagai sarana pengabdiannya, i) Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
b.      Sebagai manajer
Manajemen pada hakekatnya adalah suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena manajer dengan segala ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagaai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan.
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, pemimpin pendidikan harus memiliki strategi : yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif, memberikan kesempatan kepada kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program pendidikan.
Pertama, memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga pendidikan memimpin pendidikan harus mementingkan kerjasama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer pemimpin pendidikan harus mau dan mampu mendayagunakan seluruh sumberdaya dalam rangka mewujudkan misi, visi dan mencapai tujuan.
Kedua, memberikan kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya. Sebagai manajer, ia harus meningkatkan profesi secara persuasive dan dari hati ke hati. Dalam hal ini pemimpin pendidikan harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan kepada seluruh tenaga kependidikan untuk mengembangkan profesinya secara optimal.
Ketiga, mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan pendidikan (partisipatif). Dalam hal ini pemimpin pendidikan dapat berpedoman pada azas tujuan, azas keunggulan, azas mufakat, azas kesatuan, azas persatuan, azas empirisme, azas keakraban, dan azas integritas.
c.       Sebagai administrator
Pemimpin pendidikan sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktifitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumentasian secara program pendidikan. Secara fisik, pemimpin pendidikan harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, pengelolaan administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi kearsipan, dan mengeloala administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktifitas pendidikan. Untuk itu pemimpin pendidikan harus mapu menjabarkan kemampuan-kemampuan di atas dalam tugas-tugas operasional.
d.      Sebagai supervisor
Kegiatan utama pendidikan adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktifitas bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Karena itu, salah satu tugas pemimpin pendidikan adalah sebagai supervisor. Yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan, meskipun sekarang ini (dalam sistem pendidikan modern) tugas tersebut dilaksanakan oleh supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan objektifitas dalam pembinaaan dan pelaksanaan tugas.
Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan terhadap tenaga kependidikan, khusunya tenaga pendidik disebut supervisi klinis, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional tenaga pendidik dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran yang efektif. Karakter supervisi klinis sabagai berikut : a) Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan pemerintah), sehingga inisiatif tetap berada pada tenaga kependidikan, b) Aspek yang disupervisi berdasarkan usul tenaga pendidik yang dikaji bersama pemimpin pendidikan untuk dijadikan kesepakatan, c) Instrumen dan metode observasi dikembangkan bersama oleh tenaga pendidik dan pemimpin pendidikan, d) Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interprestasi tenaga pendidik, e) Supervisi dilakukan dalam suasanua terbuka, supervisor lebih banyak mendengarkan dan menjawab pertanyaan serta memberi saran dan penghargaan, f) Supervisi klinis paling tidak punya tiga tahap, yaitu pertemuan awal, pengamatan dan umpan balik, g) Adanya penguatan dan umpan balik dari pemimpin pendidikan sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku tenaga pendidik yang positif sebagai hasil pembinaan, h) Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan suatu masalah, i) Pimpinan pendidikan sebagai supervisor harus memperhatian prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis, 2) dilakukan secara demokratis, 3) berpusat pada tenaga pendidikan (guru), dan dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan (guru), 4) merupakan bantuan profesional.
Supervisi tersebut dapat dilakukan secara efektif antara lain melalui diskusi kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individial, dan simulasi pembelajaran.
e.       Sebagai leader
Sebagai leader pemimpin kependidikan harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Wahjosumitjo, mengemukakan bahwa pemimpin kependidikan sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengawasan. Kemampuan-kemampuan kependidikan, visi dan misi pendidikan, kemampuan mengambil keputusan, dan kemapuan berkomunukasi.
Kepribadian akan tercermin dalam sifat-sifat ; jujur, percaya diri, bertabggung jawab, berani mengambil keputusan resiko, berjiwa besar, emosi yang stabil, dan keteladanan (shidiq, amanah, tabligh, fathanah). Pengetahuan terhadap tenaga kependidikan akan tercermin dalam kemampuan ; memahami kondisi tenaga kependidikan (guru dan non guru), memahami kondisi dan karakteristik peserta didik, menyusun program pengembangan tenaga kependidikan, menerina masukan, saran dan kritik dari berbagai pihak untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinannya.
Pemahaman terhadap visi dan misi pendidikan akan tercermin dari kemampuannya untuk : mengembangkan visi dan misi pendidikan serta melaksanakan program untuk mewujutkan visi dan misi tersebut kedalam tindakan nyata. Kemampuan mengambil keputusan akan tercermin dari kemampuannya dalam mengambil keputusan bersama tenaga kependidikan, mengambil keputusan untuk kepentingan internal lembaga pendidikan, dan mengambil keputusan untuk kebutuhan eksternal lembaga pendidikan. Kemampuan berkomunikasi akan tercermin dari kemampuannya bekomunikasi secara lisan denga tenaga kependidikan, menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, berkomunikasi secara lisan dengan peserta didik, berkomunikasi dengan orang tua didik, dan masyarakat sekitar.
Dalam implementasi peran leader tersebut dapat dianalisis dari tiga sifat kepemimpinan, yaitu demokratis, otoroter, dan laissez faire. Ketika sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh seorang leader, sehingga dalam melaksanakan kepemimipinannya, sifat-sifat tersebut muncul secara situasional. Oleh karena itu pemimpin pendidikan sebagai leader pada saat tertentu bisa bersifat demokratis, otoriter, dan pada saat yang lain bisa jadi besifat laissez faire.
f.       Sebagai innovator
Kepala madrasah sebagai pemimpin di lingkungan sekolah tidak hanya wajib melaksanakan tugas administratif, tapi jiga menyangkut tugas mengatur, mengarahkan proses kependidikan sehingga sekolah yang dipimpinnya menjadi dinamis, dialektis dalam usaha inovasi.[11]
g.      Sebagai motivator
Sebagai motivator, pimpinan pendidikan harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkunag fisik, suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar dll. Ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk mendorong tenaga kependidikan agar mau dan mampu meningkatkan profesionalismenya, yaitu : a) para tenaga kependidikan akan bekerja lebih giat manakala kegiatan yang dilakukanya menarik, menyenangkan, dan berwawasan masa depan, b) tujuan kegiatan perlu disuusn dengan jelas dan diinformasikan kepada para tenaga kependidikan sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja. Para tenaga kependidikan juga dapat diikut sertakan dalam menyusun tujuan tersebut, c) para tenaga kependidikan selalu mendapat informasi tentang hasil dari setiap pekerjaannya, d) memberikan hadiah lebih baik dari pada hukuman, meskipun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, e) usahakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa pimpinan memperhatikan mereka, mengatur pengalaman sedemikian rupa sehingga setiap tenaga kependidikan pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan dalam melaksanakan tugasnya.[12]

f.        Strategi Pengembangan Madrasah dan Problematikanya
Arah pengembangan pendidikan di madrasah bertujuan untuk dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.[13]
Beberapa prinsip dasar yang menjadi acuan dalam pengembangan madrasah, antara lain.[14]
a.       Membangun prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan madrasah dengan sektor pendidikan (di luar madrasah), dan dengan sektor-sektor lainnya. Pendidikan madrasah bukan sesuatu yang secara eksklusif terpisah dari sistem sosialnya. Pendidikan madrasah sebagai sistem merupakan sisyem terbuka yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya.
b.      Prinsip perencanaan pendidikan, manusia yang senantiasa melakukan perubahan baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan, baik yang diterima maupun tidak, maka pendidikan juga dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat dan secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakatnya. Pendidikan madrasah bersifat progresif, tidak resisten terhadap perubahan, akan tetapi mampu mengendalikan arah perubahan itu. Pendidikan madrasah harus mampu mengantisipasi perubahan itu.
c.       Prinsip rekonstruksionis, artinya juga perubahan dengan skala besar berdasarkan gagasan besar, maka pendidikan madrasah juga harus mampu menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh perusahaan besar tersebut. Pendekatan rekonstruksionis ini tetap berpijak pada kondisi sekarang.
d.      Prinsip pendidikan berorientasi pada peserta didik. Dalam memberikan pelayanan pendidikan, sifat-sifat peserta didik yang bersifat umum maupun spesifik harus menjadi pertimbangan. Layanan pendidikan untuk kelompok usia anak berbeda dengan untuk remaja dan dewasa. Pendekatan pendidikan untuk anak di daerah terpencil tidak dapat disamakan dengan untuk anak perkotaan. Termasuk dalam hal ini adalah perlunya perlakuan khusus bagi kelompo ekonomi lemah, berkelainan fisik atau mental.
e.       Prinsip multi budaya. Sistem pendidikan madrasah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani bersifat plural, dan oleh karenanya pluralisme perlu menjadi acuan yang tak kalah pentingnya dengan acuan-acuan yang lain.
f.       Prinsip pendidikan global. Pendidikan madrasah harus mampu menyiapkan peserta didik dalam kontelasi masyarakat global, dengan tetap mewajibkan untuk “melestarikan” karakter agamis patriotis.

1.      Strategi Pengembangan Madrasah
Kata “strategi” dalam kamus besar bahasa indonesia mempunyai beberapa arti, antara lain :
a)      Ilmu dan seni mengembangkan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakn kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai.
b)      Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam kondisi perang atau dalam kondisi yang menguntungkan
c)      Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Adapun beberapa srategi pengembangan madrasah dilakukan dengan 5 strategi pokok, yaitu: a) peningkatan layanan pendidikan di madrasah; b) perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan di madrasah; c) piningkatan mutu dan relevansi pendidikan; d) pengembangan sistem dan manajemen pendidikan; dan e) pemberdayaan kelembagaan madrasah.[15]
2.      Strategi peningkatan layanan pendidikan
Ikhtisar untuk senantiasa pengembangan madrasah pada situasi apapun, termasuk juga pada situasi krisis ekonomi yang sampai sekarang masih dirasakan akibatnya, strategi yang ditempuhnya lebih difokuskan pada upaya mencegah peserta didik agar tidak putus sekolah, mempertahankan mutu pendidikan agar tidak semakin menurun. Indikator keberhasilannya adalah : (1) angka putus sekolah di madrasah dipertahankan seperti sebelum krisis dan akhirnya dapat diperkecil; (2) peserta didik yang kurang beruntung seperti yang tinggal di daerah terpencil, tetap memperoleh layanan pendidikan minimal tingkat pendidikan dasar (Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah; (3) siswa yang telah terlanjur putus sekolah didorong kembali untuk kembali atau memperoleh layanan pendidikan yang sederajad dengan cara yang lain, misalnya di madrasah terbuka; dan (4) proses belajar mengajar di madrasah tetap berlangsung meskipun dana yang terbatas.
Kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah: (a) mempertahankan laju pertumbuhan angka partisipasi pendidikan dengan menyesuaikan kembali sasaran pertumbuhan angka absolut partisipasi pendidikan disenua jenjang dan jenis madrasah; (b) melanjutkan program pemberian beasiswa dan dana bantuan operasional pendidikandisemua jenis madrasah yang kemudian lambat laun dikurangi jumlahnya sejalan dengan semakin pulihnya krisis ekonomi dan meningkatnya kembali kemampuan orang tua peserta didik dalam membiayai pendidikan; (c) mengintegrasikan dana bantuan operasional pendidikan secara bertahap kedalam anggaran rutin untuk menunjang kegiatan operasional pendidikan di madrasah; (d) meningkatkan dan mengembangkan programpendidikan alternatif secara konseptual dan berkesinambungan terutama untuk sasaran peserta didik yang kurang beruntung; (e) meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang pendidikan.
3.      Strategi perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan
Meskipun strategi ini terfokus pada program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Diknas) 9 tahun, jenis dan pendidikan lainnya pun tercakup indikator-indikator keberhasilannya adalah: (1) mayoritas penduduk berpendidikan minimal MTs (SMP) dan partisipasi pendidikan meningkat, yang ditunjukkan dengan APK pada semua jenjang dan jenis madrasah; (2)meningkatnya budaya belajar yang ditunjukkan dengan meningkatnya angka melek huruf; dan (3) profinsi jumlah penduduk yang kurang beruntung yang mendapat kesempatan pendidikan semakin meningkat.
Kebijakan dalam bidang pemerataan misalnya, dimaksudkan agar semua warga indonesia memperoleh kesempatan yang sama untuk mengenyam dan mengikuti pendidikan yang berkualitas. Idealnya, warga negara yang tinggal dipedalaman dan daerah terpencil bisa memperoleh pendidikan gratis yang berkualitas seperti saudaranya yang ada di kota.
4.      Strategi peningkatan mutu dan relevansi pendidikan
Kebijakan program mapenda untuk meningkatkan mutu relevansi madrasah, meliputi 4 (empat) aspek: kurikulum, guru dan tenaga pendidikan lainnya, sarana pendidikan, serta kepemimpinan madrasah.
Pertama, pengembangan kurikulum berkelanjutan disemua jenjang dan jenis madrasah, yang meliputi : (1) pengembangan kurikulum madrasah Ibtidaiyah dan madrasah Tsanawiyah yang dapat memberikan kemampuan dasar secara merata yang disertai dengan penguatan muatan lokal ; (2) mengintegrasikan kemampuan generik dalam kurikulum yang memberikan kemampuan adaptif; (3) meningkatkan relevansi program pendidikan dengan tuntutan masyarakat dan dunia kerja; dan (4) mengembangkan budaya keteladanan di madrasah.
Kedua, pembinaan profesi guru di madrasah, yang meliputi : (1) memberikan kesempatan yang luas kepada semua untuk meningkatkan profesionalisme melalui pelatihan-pelatihan dan studi lanjut; (2) memberikan perlindungan hukum dan rasa aman kepada guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam melaksanakan tugas.
Ketiga, pengadaan dan pendayagunaan sarana dan prasarana pendidikan di madrasah yang meliputi : (1) menjamin tersedianya buku pelajaran, buku teks, buku dasar dan buku-buku lainnya, satu buku untuk setiap peserta didik; (2) melengkapi kebutuhan ruang belajar, laboratorium, dan perpustakaan; (3) mengefektifkan pengelolaan dan pendayagunaan sarana dan prasaranapendidikan yang dikaitkan dengan sistem insentif; (4) menyediakan dana pemeliharaan yang memadai untuk pemeliharaannya; (5) mengembangkan lingkungan madrasah sebagai pusat pembudayaan dan pembinaan peserta didik.
5.      Strategi pengembangan manajemen pendidikan madrasah
Strategi ini berkenan dengan upaya mengembangkan sistem manajemen madrasah sehingga secara kelembagan madrasah akan memiliki kemampua-kemampuan sebagai berikut : (1) berkembangnya prakarsa dan kemampuan bingkai visi, misi, serta tujuan kelembagaan madrasah; (2) berkembangnya organisasi pendidikan di madrasah yang lebih berorientasi profesionalisme, daripada hierarchi; (3) layanan pendidikan yang semakin cepat, terbuka, adil, dan merata.
Kebijaksanaan program yang dilaksanakan meliputi : (1) revetalisasi peran, fungsi, dan tanggung jawab pendidikan madrasah; (2) mengembangkan sistem perencanaan regional dan lokal di tingkat satuan pendidikan; (3) meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pembentukan majelis madrasah; (4) pemberdayaan personel madrasah yang didukung oleh aparat yang bersih dan berwibawa; (5) melakukan kajian pengembangan madrasah yang didasarkan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dengan segala macam aturan perundangannya.
6.      Strategi pemberdayaan kelembagaan madrasah
Strategi ini menekankan pada pemberdayaan kelembagaan madrasah sebagai pusat pembelajaran, pendidikan, dan pembudayaannya. Indikator-indikator keberhasilannya adalah : (1) tersedianya madrasah-madrasah yang semakin berfariasi, yang diikat oleh visi, misi dan tujuan pendidikan madrasah. Dengan dukungan organisasi yang efektif dan efisien; (2) mutu sarana dan prasarana madrasah yang semakin meningkat dan iklim pembelajaran yang semakin kondusif bagi peserta didik; dan (3) tingakat kemandirian madrasah semakin tinggi.
Kebijakan yang perlu ditempuh adalah : (1) melakukan telaah, kajian dan “resrukturisasi madrasah” sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat; (2) mengembangkan sistem organisasi kelembagaan pendidikan yang profesional, efektif dan efisien; (3) standarisasi kelembagaan yang didukung oleh sarana dan prasarana minimal dan kualifikasi personel yang sesuai dengan bidang keahlian serta beban pekerjaannya.

g.      Problematika Pengembangan Madrasah
Dalam upaya mengembangkan Madrasah selalu ada problem-problem yang biasanya dihadapi antara lain :
a. Problem SDM
Aktivitas mendasar yang berkenaan dengan semua personel atau sumber daya manusia dalam organisasi atau lembaga pendidikan harus dikelola secara efektif. Jika aspek sumber daya manusia ini disepelekan dan tidak ditangani dengan baik, maka sangatlah sukar bagi sebuah organisasi berjalan dengan baik, dan bahkan mengalami kegagalan.[16]
            Adapun syarat-syarat untuk seorang guru adalah sebagai berikut
1)      Tentang umur, harus sudah dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat pentingkarena menyangkut perkembangan seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggung jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa.
2)      Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksana pendidikan, bahkan membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik.
3)      Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
Ini penting sekali bagi pendidik, orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuannya itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelanggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah.
4)      Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini samgat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar.[17]
Masalah profesional guru merupakan salah satu dari kompetisi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Kompetisi-kompetisi lainnya adalah kompetisi kepribadian dan kompetisi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga jenis kompetisi tersebut dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya ketiga jenis kompetisi tersebut tidak mungkin dipisah-pisahkan. Di antara ketiga kompetisi itu saling menjalinsecara terpadu dari diri guru. Tegasnya seorang guru yang terampil mengajar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu pula melakukan social adjusment dalam masyarakat. Ketiga kompetisi tersebut terpadu dalam karakteristik tingkah laku guru.
b.      Problem fasilitas pendidikan
            Fasilitas pendidikan yang dimaksud adalah meliputi semua sarana dan prasarana yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan, karena pendidikan akan berjalan dengan baik jika fasilitas terpenuhi. Akan tetapi, sarana dan prasarana yang terdapat di madrasah selama ini masih kurang atau bahkan jauh dari harapan. Misalnya, bangunan gedung yang kurang representatif untuk dijadikan tempat kegiatan belajar mengajar, dan lain sebagainya.

c.       Problem Kurikulum
            Pelaksanaan kurikulum memberi ptunjuk bagaimana kurikulum tersebut dilaksanakan di sekolah. Kurikulum dalam pengertian program pendidikan masih dalam taraf harapan atau rencana yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah sehingga dapat mempengaruhi dan mengantarkan anak didik kepada tujuan pendidikan.
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[18]
            Untuk menghasilkan output pendidikan yang berkualitas maka perlu pembaharuan dan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan harapan, baik itu pada materi, metode dan alokasi waktu.
1.      Materi/isi
Materi/isi kurikulum merupakan suatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 38 ayat 2 yang menyatakan bahwa : “isi kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidkan dasar dan propinsi untuk pendidikan menengah.
2.      Metode/Strategi
Yang dimaksud strategi di sini adalah suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini titik tekannya adalah pada guru, bagaimana seorang guru dapat menyampaikan mata pelajaran dengan baik, sehingga akan tercipta iklim belajar mengajar dengan baik dan menyenangkan. Dalam kegiatan belajar mengajar daya serap anak didik terhadap pelajaran yang diberikan bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang lambat dan ada yang sedang. Hal ini dipengaruhi faktor intelegensi/kecerdasan anak didik. Oleh karena itu guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajarsecara efektif dan efisien, mengenai tujuan yang diharapkan.[19]
3.      Media
Media pengajaran merupakan bagian sumber pengajaran untuk menyampaikan pelajaran dalam proses belajar mengajar dan hal ini sangat penting sekali untuk menunjang proses belajar mengajar. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu kata “mediun” yang berarti alat untuk mengalihkan atau mencapai.[20]
Adapun media belajar tidak perlu harus mahal harganya akan tetapi yang lebih penting adalah yang bermakna bagi pengajaran. Manfaat menggunakan secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan dalam pencapaian tujuan pengajaran tidak perlu diragukan lagi. Yang menjadi persoalan sekarang adalah terbatasnya penyediaan alat bantu/media yang berkaitan dengan biaya.
d.      Problem Dana
Dana adalah salah satu aspek yang penting dalam suatu lembaga pendidikan, karena dana tersebut bertujuan untuk pengadaan alat-alat belajar mengajar, gaji guru, pembangunan gedung, pemeliharaan alat-alat sekolah, dan lain sebagainya. Tanpa adanya dukungan dana yang memadai, maka sekolah/madrasah akan mengalami banyak hambatan dan masalah

C.    KESIMPULAN
            Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang paling fenomenal sejak berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan adalah pelaksanaan MBS dan KTSP. Tujuan initinya hanya satu : membuat pendidikan lebih bermutu. Sukses atau tidaknya MBS dan KTSP ditentukan oleh kualitas kinerja kepala sekolah dan guru. Serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat.
Dan manajemen pendidikan dibuat untuk di implementasikan sebaik-baiknya pada suatu lembaga pendidikan guna meningkatnya level kesejahteraan kehidupan bangsa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar pendidikan yang ada dapat bersaing pada tantangan pendidikan global dengan Negara-negara lain, serta mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, dengan membentuk manusia berakhlaq mulia yang harus mendapatkan pembinaan mental, moral, fisik, dan pembinaan artistik yang dibutuhkan untuk pengembangan Negara Indonesia, dan itu adalah sumber daya manusia yang pintar, cerdas dan berilmu pengetahuan luas hingga menjadi bangsa yang berintelektualitas tinggi. Dan hal ini seorang kepala sekolah atau seorang guru sebagai tenaga pendidik adalah faktor utama dalam membangun bangsa Indonesia. Dan kita sebagai umat Islam berharap Nilai-nilai Islamlah yang sesungguhnya pantas menjadi payung strategis hingga taktis dari seluruh ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan untuk pencapaian ridho Allah SWT.


[1] Zainuddin Hamdi,  dkk, 1992: hal. 40
[3] Suprayogo, Imam, 1999. Revormulasi Visi Pendidikan Islam, STAIN Press. Malang, hal 160
[4] Wahjosumidjo, 2002. Kepemimpinan Kepala Madrasah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 83
[5] Abdul Ghofir, Zuhairini, 2004. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah UIN Malang dan UM Press, hal..30
[6] Muhaimin, 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar (PSAPM), Surabaya, hal. 191
[7] Mulyasa, E, 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional : Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal. 24
[9] http://www.ireyogya.org/adat/modul_kepemimpinan.htm
[10] http://www.ireyogya.org/adat/modul_kepemimpinan.htm
[11] Arifin, Muhammad, 1991. Kapita Selekta Pendidikan : Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, hal.156
[12] Mulyasa, E. 2007, PT.Remaja Rosdakarya, Menjadi Kepala Sekolah Profesionlal, Bandung. Hal. 98-120
[13] Departemen Agama RI, 2005, hal. 18
[14] Hasbullah, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 21-23
[15] Depag RI, 2005, hal. 38-42
[16] Burhanudedin, dkk, 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 67
[17] Tafsir, Ahmad, 1994, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 80
[18] Undan-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003: Bab I ayat 19
[19] Roestiyah, 1989, Strategi  Belajar Mengajar (Salah Satu Unsur Pelaksanaan Strategi Belajar Mengajar : Teknik Penyajian), Bina Aksara, Jakarta, hal. 1
[20] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, hal. 569

0 comments:

Post a Comment